• about me
  • menu
  • categories
  • Agi Tiara Pranoto

    Agi Tiara Pranoto

    Seorang Blogger Indonesia yang berdomisili di Yogyakarta. Selain menulis, dia juga sangat hobi bermain game FPS. Cita-citanya adalah mendapatkan passive income sehingga tidak perlu bekerja di kantor, apa daya selama cita-cita itu belum tercapai, dia harus menikmati hari-harinya sebagai mediator kesehatan.
    Yogyakarta, Indonesia


    minimalist living di Indonesia

    Dari saya kecil, saya sudah terbiasa hidup maksimalis. Maklumlah, untuk ukuran keluarga kecil beranggotakan satu anak, rumah keluarga saya terbilang besar--cukup untuk koprol-koprol ke kiri dan ke kanan sepuluh kali kalo saya sedang bosan.

    Seiring bertambah dewasanya saya (ceileh), saya pun pindah ke rumah yang lebih kecil sendirian. Keluarga saya juga sudah hidup masing-masing menikmati masa tua. Jadilah saya yang terbiasa punya banyak barang mendadak harus downsizing semua harta benda yang saya miliki. Lucunya, jauh sebelum tinggal dirumah, saya tinggal di sebuah kamar asrama berukuran 3x1,8m yang sempitnya alamakjang. Waktu saya pindah ke rumah dari asrama, ternyata bawaan saya sekitar 12 kardus berukuran sedang.

    Saya jadi berpikir keras, "gila nih, gue punya apa aja dulu di asrama sampe bisa sepenuh ini?" Panik gak sih dirimu, ketika bawaan hidupmu di kamar yang sempit ternyata berhasil mengisi 3/4 rumah tipe 45?

    minimalist living in indonesia


    Sampailah saya pada kesimpulan kalau saya ini orangnya hoarding, alias penimbun. Apa yang saya timbun? apapun! hal-hal yang ngga penting dari kartu nama, brosur, pricetag baju, dan lain-lain semuanya ada. Saya sampai kewalahan sendiri melihatnya. 

    Awal-awal, saya berhasil meninggalkan hobi kebiasaan hoarding itu dan menggantinya dengan kehidupan yang lebih minimalis. satu tahun berlalu, dua tahun, tiga tahun...dan tidak terasa saya akan menikah. Otomatis dong, saya beres-beres rumah untuk make room buat pak suami--yang waktu itu masih calon. Berbekal e-book nya Marie Kondo & puluhan video youtube soal bersih-bersih, berbereslah saya.

    Mau tau hasilnya? saya berhasil ngiloin kertas sebanyak 75 kilogram kertas. 75 KILO SAUDARA-SAUDARA. Ngga tau saya itu 75 kilo kertas muncul secara ajaib dari mana. Nah itu baru kertas, dan belom yang lain-lain semisal.... satu kantong plastik sampah ukuran besar kosmetik yang ngga terpakai. Padahal kantong plastiknya bisa buat saya main petak umpet! huft.

    Bicara soal pak suami? dia sih lebih parah lagi. Tumpukan resep, katalog, dan sampel obat untuk hewan dimana-mana. Belom sisa-sisa rekam medik pasien pribadinya. Kadang kalau lagi beres-beres, saya suka sebel melihat goodie bag produk hewan yang berceceran dimana-mana.

    Nah belakangan, saya sering liat teman-teman saya posting di sosmed soal memulai minimalist living lagi di Indonesia--and I jumped right back into the Bandwagon, simply because I have to many stuff and I (deep down) really want to get rid of them.


    minimalist living in indonesia


    Setelah kepo riset secara ekstensif di sosial media, ternyata sekarang di Jepang dan US lagi ngetrend banget si minimalist living ini. Apa sih minimalist living itu? artinya kita hanya memiliki benda-benda yang kita butuhkan--bukan benda-benda yang sekadar memenuhi rumah kita. Bahkan minimalist living ini gak cuma sekadar masalah benda-benda yang kita miliki, tapi juga soal declutter jadwal dan sampah digital kita juga lho!

    Pernah ngga sih kamu merasa sebal melihat baju-bajumu, atau bosan melihat koleksi make-up mu yang itu-itu saja? Nah itu yang saya rasakan sekarang. Seiring dengan berjalannya waktu, kemeja flanel yang saya sukai di awal kuliah S1 itu sudah nggak menarik lagi, t-shirt band indie yang saya puja jaman SMA juga sudah berubah fungsi jadi baju tidur. And like it or not, I bet you have the same thing!

    Kalo bisa dibilang, saya juga belum bisa 100% meminimalisasi benda-benda dirumah sih. Contoh yang paling kongkrit adalah soal piring-piring dan gelas-gelas. Selama ini sih saya mikirnya mau jaga-jaga kalau suatu hari ada tamu banyak atau disuruh pinjemin piring untuk kendurian tetangga. Jadi sebenarnya masih banyak juga clutter alias benda-benda yang sebenarnya gak benar-benar saya butuhkan.

    Ini juga sih yang membuat saya masih sulit untuk memulai minimalist living di Indonesia. Untuk yang tinggal di kota boleh lah ya cuma punya 1-2 piring untuk diri sendiri, tapi kalau masih tinggal di kampung kayak saya ini? Mana bisaaaaa.... bisa-bisa dibilang sombong kalau ngga mau pinjemin piring pas acara-acara desa.

    minimalist living in indonesia

    Belum lagi tuntutan "satu baju gak boleh dipake dua kali". Duh jujur deh, ini tuntutan sosial yang paling ngga masuk diakal buat saya, tapi apa daya, kalau misalnya saya keliatan terlalu sering memakai satu outfit (yang menurut saya sudah kece badai cetar halilintar) nanti bisa-bisa tetangga-tetangga komentar "duh istrinya pak dokter masa bajunya itu-itu aja"--kan bete, karena pak suami dibawa-bawa.

    Padahal ya, yang namanya Marie Kondo itu juga bajunya cuma beberapa aja. Kalau misalnya saya mau simpen 1-5 baju yang itu-itu aja, sisanya saya jual setelah 2-3 kali pakai kok rasanya sayang betul. Belum baju preloved biasanya harganya jatuh. Just saying, saya juga bukan tipikal yang rajin beli baju kok, tapi kalau beli baju untuk 1-2 occasion aja rasanya sayang-sayang uang betul. Tapi sekali lagi ya, saya pun menyerah pada lingkungan sosial *kemudian mengangkat tangan dan melambaikan kepada kamera*.

    Jadi sebenarnya apa yang dibutuhkan untuk memulai minimalist living di Indonesia? Simpel, kita butuh mental dan keberanian. Keberanian untuk mendekap dompet erat-erat di musim sale dan lipen yang kita inginkan harganya mursida luar biasa dan mental untuk siap dicerca karena "gak punya apa-apa". Keberanian untuk bilang bahwa kita ngga perlu empat teko dengan warna yang berbeda, satu untuk teh, satu untuk kopi, satu untuk air dan satu lagi untuk sirup karena kita khawatir kalau dicampur-campur nanti rasa minumannya juga ikut kecampur. Keberanian untuk bilang ke pak suami kalau dia punya jatah 1 kardus saja untuk semua printilan non-fungsional yang ia bawa pulang dari kantor.

    Terus kalau udah punya mentalnya? Gimana?

    YA BERES-BERES DONG! *emosi*

    minimalist living in indonesia


    Kalau kita sudah yakin bakal memulai minimalist living, kita perlu banget menyiapkan target untuk beres-beres, dan kita bisa membagi proses beres-beres yang heboh itu menjadi beberapa bagian, misalnya, minggu ini kita akan beres-beres baju, minggu depan beres-beres buku, dan seterusnya, dan semuanya akan selesai dalam lima minggu. Percaya deh, memenuhi target ini berat banget, makanya sebelum saya beres-beres saya sempat berkali-kali membaca ulang bukunya Marie Kondo supaya paham teknik membereskan rumah yang efektif.

    Tapi kalau setelah saya resapi nih ya, satu-satunya teknik yang kamu butuhkan adalah niat dan fokus. Kalau kita mencoba beres-beres dalam posisi pikiran kemana-mana ya hasilnya bakal kemana-mana. Misalnya kalau kita beresin baju sambil mikirin makanan, ya ujung-ujungnya lari deh kita ke dapur dan beres-beresnya gak jadi dilanjutin. Kelar makan, eh udah keburu males, dan begitu seterusnya.

    Dan jujur, proses beres-beres paling berat untuk saya itu ada di bagian miscellaneous junk yang penuh memori. Susah ya, membuang benda-benda pemberian dari mantan dan mantan teman-teman yang emang sudah tidak kita butuhkan lagi (sambil duduk memangku parfum harga sekian juta yang sekarang sudah nggak pernah saya pakai) belum lagi kalau ada nilai sentimentil dari benda-benda tersebut. Hmmm.. makin jadi lah sulitnya. Belum kalau suatu saat mereka dateng terus nanya "eh *insert_nama_hadiah* dari gue mana??" tengsin betul deh.

    Ya sebenarnya sih, kalau kita mikirnya 'nantinya', 'nantinya', dan 'nantinya' ya gak jadi-jadilah kita hidup minimalis. Makanya kita benar-benar harus menekankan mindset untuk bersih-bersih dalam kehidupan yang seutuhnya. Jadinya, meskipun furnitur dan printilan kita dirumah sudah minimalis tapi hati kita masih maksimalis.

    Selepas beres-beres rumah, hal terpenting kedua adalah membereskan hati kita. Pernah ngga sih kita merasa hidup kita terlalu padat dan dipenuhi hal-hal yang sebenarnya kita butuhkan HANYA UNTUK EKSISTENSI?

    minimalist living in indonesia


    Well, saya selalu menekankan pada diri saya, busy is not always equal productive, sibuk tidak selalu sama dengan produktif. Ini penting banget. Setiap saya melihat jadwal saya, saya bisa mengatakan saya orang yang sibuk, tapi saya juga ngga bisa bilang saya orang yang produktif. Kesibukan apa sih yang bisa saya cut dari hidup saya?

    Ternyata setelah saya melakukan re-evaluasi terhadap kalender, banyak kok kesibukan yang bisa saya potong dari hidup saya. Contoh utamanya adalah nggosip dengan tetangga selepas sore hari, atau pergi ke arisan-arisan yang sebenarnya tidak terlalu saya sukai. Saya juga bisa memotong waktu saya didepan laptop dan bekerja. Saya masih bisa meluangkan waktu 10 menit untuk bermeditasi setiap harinya. And it's actually good for my soul.

    Tapi saya juga paham, tidak semua orang bisa seperti ini, khususnya ibu-ibu yang sedang mengasuh anak balitanya. Setiap hari pasti full dengan jadwal bersama anak. Yang ingin saya tekankan adalah, semua orang perlu me-time. Yang bisa mengukur seberapa produktif kita, ya kita sendiri. Bukan orang lain. Mungkin bagi saya, produktif itu berarti bisa menyelesaikan puluhan task dalam sehari, sedangkan bagi ibu-ibu yang lain, produktif itu berarti bisa menghabiskan 12 jam bersama anak tanpa gangguan yang berarti. Sah-sah aja kok.

    minimalist living in indonesia


    Karena minimalist living itu kan sebenarnya meminimalisir 'gangguan-gangguan' dari hidup kita supaya kita lebih happy dan lebih ceria. Jadi ini bukan hanya sekedar furnitur atau kalender, tapi juga bersih-bersih hati dan pikiran, gitu ibu-ibu.

    Kalau soal tetangga, orang-orang di kiri dan di kanan, saya juga tidak mampu untuk bilang kita harus nyuekin mereka, karena di lingkungan saya pun jelas saya tidak bisa melakukannya. Tapi kalau kita bisa menjelaskan pelan-pelan kenapa kita 'berubah', maybe they'll came along too, who knows? gak ada yang tau kalau misalnya kita malah bisa menginspirasi mereka.

    Jadi kapan kita mau mulai? Yuk saling support untuk memulai minimalist living sekarang!

    . Jumat, 30 September 2016 .

    Minimalist Living di Indonesia? Yekeles!

    popular posts

    IBX5B00F39DDBE69
    . Jumat, 30 September 2016 .


    minimalist living di Indonesia

    Dari saya kecil, saya sudah terbiasa hidup maksimalis. Maklumlah, untuk ukuran keluarga kecil beranggotakan satu anak, rumah keluarga saya terbilang besar--cukup untuk koprol-koprol ke kiri dan ke kanan sepuluh kali kalo saya sedang bosan.

    Seiring bertambah dewasanya saya (ceileh), saya pun pindah ke rumah yang lebih kecil sendirian. Keluarga saya juga sudah hidup masing-masing menikmati masa tua. Jadilah saya yang terbiasa punya banyak barang mendadak harus downsizing semua harta benda yang saya miliki. Lucunya, jauh sebelum tinggal dirumah, saya tinggal di sebuah kamar asrama berukuran 3x1,8m yang sempitnya alamakjang. Waktu saya pindah ke rumah dari asrama, ternyata bawaan saya sekitar 12 kardus berukuran sedang.

    Saya jadi berpikir keras, "gila nih, gue punya apa aja dulu di asrama sampe bisa sepenuh ini?" Panik gak sih dirimu, ketika bawaan hidupmu di kamar yang sempit ternyata berhasil mengisi 3/4 rumah tipe 45?

    minimalist living in indonesia


    Sampailah saya pada kesimpulan kalau saya ini orangnya hoarding, alias penimbun. Apa yang saya timbun? apapun! hal-hal yang ngga penting dari kartu nama, brosur, pricetag baju, dan lain-lain semuanya ada. Saya sampai kewalahan sendiri melihatnya. 

    Awal-awal, saya berhasil meninggalkan hobi kebiasaan hoarding itu dan menggantinya dengan kehidupan yang lebih minimalis. satu tahun berlalu, dua tahun, tiga tahun...dan tidak terasa saya akan menikah. Otomatis dong, saya beres-beres rumah untuk make room buat pak suami--yang waktu itu masih calon. Berbekal e-book nya Marie Kondo & puluhan video youtube soal bersih-bersih, berbereslah saya.

    Mau tau hasilnya? saya berhasil ngiloin kertas sebanyak 75 kilogram kertas. 75 KILO SAUDARA-SAUDARA. Ngga tau saya itu 75 kilo kertas muncul secara ajaib dari mana. Nah itu baru kertas, dan belom yang lain-lain semisal.... satu kantong plastik sampah ukuran besar kosmetik yang ngga terpakai. Padahal kantong plastiknya bisa buat saya main petak umpet! huft.

    Bicara soal pak suami? dia sih lebih parah lagi. Tumpukan resep, katalog, dan sampel obat untuk hewan dimana-mana. Belom sisa-sisa rekam medik pasien pribadinya. Kadang kalau lagi beres-beres, saya suka sebel melihat goodie bag produk hewan yang berceceran dimana-mana.

    Nah belakangan, saya sering liat teman-teman saya posting di sosmed soal memulai minimalist living lagi di Indonesia--and I jumped right back into the Bandwagon, simply because I have to many stuff and I (deep down) really want to get rid of them.


    minimalist living in indonesia


    Setelah kepo riset secara ekstensif di sosial media, ternyata sekarang di Jepang dan US lagi ngetrend banget si minimalist living ini. Apa sih minimalist living itu? artinya kita hanya memiliki benda-benda yang kita butuhkan--bukan benda-benda yang sekadar memenuhi rumah kita. Bahkan minimalist living ini gak cuma sekadar masalah benda-benda yang kita miliki, tapi juga soal declutter jadwal dan sampah digital kita juga lho!

    Pernah ngga sih kamu merasa sebal melihat baju-bajumu, atau bosan melihat koleksi make-up mu yang itu-itu saja? Nah itu yang saya rasakan sekarang. Seiring dengan berjalannya waktu, kemeja flanel yang saya sukai di awal kuliah S1 itu sudah nggak menarik lagi, t-shirt band indie yang saya puja jaman SMA juga sudah berubah fungsi jadi baju tidur. And like it or not, I bet you have the same thing!

    Kalo bisa dibilang, saya juga belum bisa 100% meminimalisasi benda-benda dirumah sih. Contoh yang paling kongkrit adalah soal piring-piring dan gelas-gelas. Selama ini sih saya mikirnya mau jaga-jaga kalau suatu hari ada tamu banyak atau disuruh pinjemin piring untuk kendurian tetangga. Jadi sebenarnya masih banyak juga clutter alias benda-benda yang sebenarnya gak benar-benar saya butuhkan.

    Ini juga sih yang membuat saya masih sulit untuk memulai minimalist living di Indonesia. Untuk yang tinggal di kota boleh lah ya cuma punya 1-2 piring untuk diri sendiri, tapi kalau masih tinggal di kampung kayak saya ini? Mana bisaaaaa.... bisa-bisa dibilang sombong kalau ngga mau pinjemin piring pas acara-acara desa.

    minimalist living in indonesia

    Belum lagi tuntutan "satu baju gak boleh dipake dua kali". Duh jujur deh, ini tuntutan sosial yang paling ngga masuk diakal buat saya, tapi apa daya, kalau misalnya saya keliatan terlalu sering memakai satu outfit (yang menurut saya sudah kece badai cetar halilintar) nanti bisa-bisa tetangga-tetangga komentar "duh istrinya pak dokter masa bajunya itu-itu aja"--kan bete, karena pak suami dibawa-bawa.

    Padahal ya, yang namanya Marie Kondo itu juga bajunya cuma beberapa aja. Kalau misalnya saya mau simpen 1-5 baju yang itu-itu aja, sisanya saya jual setelah 2-3 kali pakai kok rasanya sayang betul. Belum baju preloved biasanya harganya jatuh. Just saying, saya juga bukan tipikal yang rajin beli baju kok, tapi kalau beli baju untuk 1-2 occasion aja rasanya sayang-sayang uang betul. Tapi sekali lagi ya, saya pun menyerah pada lingkungan sosial *kemudian mengangkat tangan dan melambaikan kepada kamera*.

    Jadi sebenarnya apa yang dibutuhkan untuk memulai minimalist living di Indonesia? Simpel, kita butuh mental dan keberanian. Keberanian untuk mendekap dompet erat-erat di musim sale dan lipen yang kita inginkan harganya mursida luar biasa dan mental untuk siap dicerca karena "gak punya apa-apa". Keberanian untuk bilang bahwa kita ngga perlu empat teko dengan warna yang berbeda, satu untuk teh, satu untuk kopi, satu untuk air dan satu lagi untuk sirup karena kita khawatir kalau dicampur-campur nanti rasa minumannya juga ikut kecampur. Keberanian untuk bilang ke pak suami kalau dia punya jatah 1 kardus saja untuk semua printilan non-fungsional yang ia bawa pulang dari kantor.

    Terus kalau udah punya mentalnya? Gimana?

    YA BERES-BERES DONG! *emosi*

    minimalist living in indonesia


    Kalau kita sudah yakin bakal memulai minimalist living, kita perlu banget menyiapkan target untuk beres-beres, dan kita bisa membagi proses beres-beres yang heboh itu menjadi beberapa bagian, misalnya, minggu ini kita akan beres-beres baju, minggu depan beres-beres buku, dan seterusnya, dan semuanya akan selesai dalam lima minggu. Percaya deh, memenuhi target ini berat banget, makanya sebelum saya beres-beres saya sempat berkali-kali membaca ulang bukunya Marie Kondo supaya paham teknik membereskan rumah yang efektif.

    Tapi kalau setelah saya resapi nih ya, satu-satunya teknik yang kamu butuhkan adalah niat dan fokus. Kalau kita mencoba beres-beres dalam posisi pikiran kemana-mana ya hasilnya bakal kemana-mana. Misalnya kalau kita beresin baju sambil mikirin makanan, ya ujung-ujungnya lari deh kita ke dapur dan beres-beresnya gak jadi dilanjutin. Kelar makan, eh udah keburu males, dan begitu seterusnya.

    Dan jujur, proses beres-beres paling berat untuk saya itu ada di bagian miscellaneous junk yang penuh memori. Susah ya, membuang benda-benda pemberian dari mantan dan mantan teman-teman yang emang sudah tidak kita butuhkan lagi (sambil duduk memangku parfum harga sekian juta yang sekarang sudah nggak pernah saya pakai) belum lagi kalau ada nilai sentimentil dari benda-benda tersebut. Hmmm.. makin jadi lah sulitnya. Belum kalau suatu saat mereka dateng terus nanya "eh *insert_nama_hadiah* dari gue mana??" tengsin betul deh.

    Ya sebenarnya sih, kalau kita mikirnya 'nantinya', 'nantinya', dan 'nantinya' ya gak jadi-jadilah kita hidup minimalis. Makanya kita benar-benar harus menekankan mindset untuk bersih-bersih dalam kehidupan yang seutuhnya. Jadinya, meskipun furnitur dan printilan kita dirumah sudah minimalis tapi hati kita masih maksimalis.

    Selepas beres-beres rumah, hal terpenting kedua adalah membereskan hati kita. Pernah ngga sih kita merasa hidup kita terlalu padat dan dipenuhi hal-hal yang sebenarnya kita butuhkan HANYA UNTUK EKSISTENSI?

    minimalist living in indonesia


    Well, saya selalu menekankan pada diri saya, busy is not always equal productive, sibuk tidak selalu sama dengan produktif. Ini penting banget. Setiap saya melihat jadwal saya, saya bisa mengatakan saya orang yang sibuk, tapi saya juga ngga bisa bilang saya orang yang produktif. Kesibukan apa sih yang bisa saya cut dari hidup saya?

    Ternyata setelah saya melakukan re-evaluasi terhadap kalender, banyak kok kesibukan yang bisa saya potong dari hidup saya. Contoh utamanya adalah nggosip dengan tetangga selepas sore hari, atau pergi ke arisan-arisan yang sebenarnya tidak terlalu saya sukai. Saya juga bisa memotong waktu saya didepan laptop dan bekerja. Saya masih bisa meluangkan waktu 10 menit untuk bermeditasi setiap harinya. And it's actually good for my soul.

    Tapi saya juga paham, tidak semua orang bisa seperti ini, khususnya ibu-ibu yang sedang mengasuh anak balitanya. Setiap hari pasti full dengan jadwal bersama anak. Yang ingin saya tekankan adalah, semua orang perlu me-time. Yang bisa mengukur seberapa produktif kita, ya kita sendiri. Bukan orang lain. Mungkin bagi saya, produktif itu berarti bisa menyelesaikan puluhan task dalam sehari, sedangkan bagi ibu-ibu yang lain, produktif itu berarti bisa menghabiskan 12 jam bersama anak tanpa gangguan yang berarti. Sah-sah aja kok.

    minimalist living in indonesia


    Karena minimalist living itu kan sebenarnya meminimalisir 'gangguan-gangguan' dari hidup kita supaya kita lebih happy dan lebih ceria. Jadi ini bukan hanya sekedar furnitur atau kalender, tapi juga bersih-bersih hati dan pikiran, gitu ibu-ibu.

    Kalau soal tetangga, orang-orang di kiri dan di kanan, saya juga tidak mampu untuk bilang kita harus nyuekin mereka, karena di lingkungan saya pun jelas saya tidak bisa melakukannya. Tapi kalau kita bisa menjelaskan pelan-pelan kenapa kita 'berubah', maybe they'll came along too, who knows? gak ada yang tau kalau misalnya kita malah bisa menginspirasi mereka.

    Jadi kapan kita mau mulai? Yuk saling support untuk memulai minimalist living sekarang!

    . Selasa, 27 September 2016 .


    Saya percaya soal hukum karma, apa yang kamu lakukan akan kembali kepada dirimu sendiri. Plus, hari gini karma dibayar kontan bos!

    Tapi nggak, saya nggak akan curhat soal petty things in life atau soal mantan (seperti biasa). Kali ini saya mau bercerita sedikit soal 'saudara jauh' kita. Saudara yang sudah lama tidak kita tanyakan kabarnya, bahkan mungkin sudah lama tidak kita kunjungi tempat tinggalnya. Saudara yang mungkin sudah lama kita zalimi tanpa kita sadari. 

    Namanya orangutan.

    orangutan from pexels

    Orangutan Borneo (atau nama kerennya: Pongo Pygmaeus), adalah spesies primata asli Borneo dan memiliki habitat asli di pulau kalimantan. Saking aslinya, sulit bahkan nyaris tidak mungkin untuk menemukan Orangutan diluar pulau kalimantan, kecuali di kebun binatang. 

    Dulu, Indonesia pernah dihebohkan dengan berita prostitusi orangutan. Orangutan ini diambil dari habitat aslinya dan dipaksa menjadi pemuas nafsu bejat laki-laki hidung belang. Miris ketika didatangi manusia, si orangutan langsung memasang pose panas diatas ranjang seolah-olah itu yang harus ia lakukan di habitat aslinya. Dan percayalah, ini baru 1 dari puluhan ribu kasus dimana orangutan diperlakukan dengan tidak berperikehewanan. 

    Bayangkan sesedih apa kita kalau rumah yang menjadi tempat bernaung kita selama puluhan tahun sejak lahir digusur atas nama pembangunan metropolitan. Inilah yang terjadi dengan saudara-saudara kita dari hutan. Hutan digunduli atas nama pembangunan tanpa memikirkan dimana orangutan-orangutan ini akan tinggal nantinya.

    orangutan by Lotte Löhr from StockSnap.io

    Kalau mau jujur, sedih rasanya melihat orangutan-orangutan ini. Ketika habitat aslinya habis karena pembalakan liar, mereka masih diburu oleh para pemburu gelap pengincar hunting trophy. Ini yang membuat orangutan berada diambang kepunahan. Menurut IUCN Red List of Threatened Species, orangutan berada di ambang kepunahan atau critically endangered. Jumlah orangutan turun 60% dalam 60 tahun terakhir dan diproyeksi berkurang 82% dalam 75 tahun. Ngeri ya?

    Nah karena itulah menurut saya, konservasi orangutan menjadi sangat penting. Coba bayangkan kalau ada satu spesies yang asli Indonesia dan pada akhirnya punah karena tangan kita sendiri. Yang salah siapa? ya orang Indonesia--Wong si spesies gak ada ditempat lain dan kita-kita juga yang menghancurkan habitatnya.



    Saya mau cerita sedikit soal cerita perjalanan saya. Pak dokter hewan alias pak suami selalu rutin mengajak saya berwisata ke kebun binatang karena menurut pak dokter, adalah wajib bagi dirinya untuk mengenalkan saya ke dunianya sehari-hari. Suatu hari, pergilah kami ke salah satu kebun binatang yang memelihara seekor orangutan (bukan, bukan orangutan yang ada di foto diatas).

    Si orangutan kelihatan bosan karena ia sendirian di kandangnya yang super besar. Ia dikelilingi oleh beberapa potong kayu-kayu tempat ia tidur dan bergelayut-gelayut unyu. Ada beberapa orang di sekeliling kami, and you know what? They started throwing things at the poor fella.

    Oke, yang dilempar memang bukan batu, kayu atau hal-hal yang secara fisik akan menyakiti si orangutan. Yang dilempar adalah makanan dan rokok. Dan orangutan itupun mulai merokok didepan kami kemudian menjulurkan telapak tangannya seolah-olah meminta lagi. Hati saya hancur. Sebelum pak suami berusaha mengingatkan orang-orang itu, mereka sudah keburu pergi sambil tertawa-tawa.

    But all hope is not lost, karena saat ini pemerintah dan masyarakat mulai peduli dengan kondisi si orangutan, meskipun gak semua. Dari situ muncullah inisiatif-inisiatif konservasi baik in-situ (di habitat aslinya) maupun ex-situ (diluar habitat aslinya). Dan jujur, sebagai traveller dan istri dokter hewan, saya ingin sekali bulan madu ketiga (atau keempat, atau kelima, atau keenam) saya diwarnai dengan mengukir sebuah catatan perjalanan di Taman Nasional Konservasi.

    I mean, hey travel agent! Stop selling "mainstream tickets" to Bali and such! Bikin dong, rute honeymoon ke taman nasional atau ke tempat konservasi orangutan misalnya, jadi orang-orang bisa punya alternatif bulan madu yang tidak hanya berkesan tapi juga edukatif dan membawa kenangan tersendiri. Saya rasa itu campaign yang menarik dan out-of-the-box.

    Salah satu tempat konservasi di borneo yang ingin saya datangi adalah di Tanjung Puting National Park, Kalimantan Selatan.



    Kenapa tanjung puting? soalnya, Tanjung Puting adalah salah satu wilayah konservasi paling luas di Indonesia. Luasnya mencapai 300 ribu hektar! Dan Taman Nasional Tanjung Puting adalah 'rumah konservasi' untuk orangutan dan bekantan yang berbatasan langsung dengan sungai sekonyer dan laut jawa.  Bahkan sepulang dari Tanjung Puting, kita bisa mengatur rileks-rileks lucu di Pulau Derawan, pulau wisata terngehits 2016 ini karena lokasinya yang relatif dekat.

    Di Tanjung Puting ada salah satu tempat konservasi orang utan yang bernama Camp Leakey. Awalnya Camp Leakey ini adalah tempat penelitian mahasiswa-mahasiswa dari Columbia soal orangutan. Sekarang, Camp Leakey menjadi tempat rehabilitasi para orangutan sitaan dari warga untuk kembali dapat diliarkan. Di Camp Leakey kita bisa memberi makan para orangutan. Lucu banget kan ya?

    win the orangutan from tanjung puting national park by Bjornman Licensed With  Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 3.0 Tanpa Adaptasi

    Yang bikin agak sedih adalah, kesadaran konservasi ini memang nampaknya lebih banyak dimiliki oleh orang-orang dari luar Indonesia. Kita-kita yang dari Indonesia ini terkesan apatis dan cuek soal konservasi. Padahal lokasi konservasi orangutan ini kan ada di negara kita sendiri, tanah kita sendiri, apalagi budaya asli Indonesia sebenarnya kan menanamkan harmonisnya hubungan antara manusia dengan alam, kok ya kita apatis banget selama ini, gitu lho.

    Saya sih, berpendapat kesadaran konservasi di masyarakat masih kurang banget, jadi salah satu campaign konservasi yang baik adalah yang bisa mengajak masyarakat sadar akan konservasi dengan cara yang menyenangkan, misalnya saja dengan edutours atau wisata-wisata konservasi yang dikemas dengan apik. Selama ini kan wisata konservasi lebih banyak dilakukan oleh para pencinta alam, mungkin seru juga kalau wisata ini bisa dinikmati oleh ibu-ibu yang belum pernah masuk hutan semacam saya, atau keluarga yang bisa membawa anak-anaknya belajar lebih banyak soal alam disekitarnya.

    Jadi, bayangkan ya ibu-ibu, kita sedang cerita perjalanan liburan di taman nasional Tanjung Puting bersama keluarga. Anak-anak bisa bebas teriak-teriak gemes karena lokasinya di hutan, tapi juga tetap ada lokasi wisata tempat foto-foto keren yang bisa dipamerin di Instagram dan display picture BBM. Pak suami bisa pamer bahwa di usianya yang tidak lagi muda, ia masih mampu keluar masuk Hutan Borneo dan mengenalkan soal alam raya ke anak-anak. Saat kita menjelajahi taman, orangutan mengintip kita dengan penasaran dari balik pohon-pohon, seolah-olah kita bagian dari alam nusantara yang cetar membahana.  Duh, apa nggak keren banget? Definitely a conversation starter during our arisan & potluck kan yaaa?

    Campaign-campaign yang ada sekarang lebih banyak menekankan soal donasi dan sebagainya. wajar sih, soalnya memang konservasi itu kan butuh uang. Apalagi banyak juga wisatawan yang belum paham soal pentingnya konservasi, sehingga kedatangan mereka malah merepotkan staff-staff disana atau malah merusak alam. Tapi, kalau kita bisa membuat konservasi sebagai hal yang menarik bagi masyarakat, bukan tidak mungkin kita bisa mengganti mindset orang-orang soal konservasi alam. Bukan tidak mungkin staf kampanye kita berhenti diperlakukan macam sales panci di mall-mall, karena donasi demi donasi pasti datang sendiri. Kita bisa mengubah paradigma dari konservasi oleh donatur menjadi konservasi oleh keluarga.

    Jadi ibu-ibu, saya menunggu hari dimana nantinya saat saya arisan, kita bisa berhenti pamer halus soal tas kulit buaya kita dan mulai pamer soal donasi ke taman nasional atau soal berapa orangutan yang kita foster tahun ini.

    Mungkin masih lama, tapi tidak ada salahnya kita berdoa.



    . Jumat, 23 September 2016 .



    Pernah mengalami writer's block? Saya sering dong. Bagi saya, writer's block itu kaya makanan sehari-hari, terutama kalau harus menulis puluhan artikel dengan jumlah minimal kata yang lumayan setiap harinya. Nah, sebenarnya apa sih writer's block itu? 

    Kalo kata wikipedia, writer's block itu adalah: 

    Writer's block is a condition, primarily associated with writing, in which an author loses the ability to produce new work or experiences a creative slowdown. The condition ranges in difficulty from coming up with original ideas to being unable to produce a work for years.
    Yang kalo diterjemahin kira-kira artinya writer's block itu adalah suatu kondisi dimana penulis kehilangan kemampuan untuk membuat karya baru atau merasa kurang kreatif lagi, dalam jangka panjang maupun pendek. 

    DAN SAYA ADALAH KORBAN DARI WRITER'S BLOCK!!! *gak santai*

    Sebagai seorang content maker, menulis artikel tiap hari adalah kewajiban yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Selain menulis artikel saya juga punya kewajiban menulis-nulis lainnya seperti misalnya *cough*thesis*cough*, laporan kerja sebagai  mystery shopper, script video, dan masih banyak lagi. Kalau misalnya lagi stuck, bisa bayangkan berapa banyak kerjaan yang terbuang sia-sia

    Lalu bagaimana saya mengatasi writer's block? jawabannya simpel, cara terbaik mengatasi writer's block adalah dengan tidak memedulikan si writer's block ini. Bahasa ilmiahnya, work against the nature.

    Mood itu #001


    Seringnya sih saya mengalami writer's block karena mood yang naik turun gak keruan. Bisa jadi pagi ini saya masih happy-happy ketawa-ketiwi dan optimis bisa menulis puluhan paragraf dalam sehari terus siangnya saya hampir kejatuhan besi di pusat perbelanjaan dan mood menulis itu hilang (digantikan dengan mood misuhin mall yang bersangkutan di twitter). Cara mengatasi writer's block yang muncul gara-gara mood begini sih jelas: bikin suasana yang kondusif sampai mood saya muncul lagi.

    Caranya gimana? kalau saya sih biasanya dimulai dari rapi-rapi meja. Taruh benda-benda yang bisa menjadi penyemangat kerja saya. Ganti taplak meja. Ganti wallpaper laptop. Cari bantal lucu buat bersandar, atau sekalian aja cari suasana baru di cafe. Nah, ritual bikin mood ini bisa setengah hari sendiri, jadi saya selalu make sure deadline sedang tidak didepan mata. 

    Jangan Hidup Dalam Kepura-puraan


    Tapi kan gak semua writer's block itu muncul karena mood yang awut-awutan. Bisa jadi writer's block itu muncul karena memang kita tidak familiar dengan topik yang mau kita tulis, atau mungkin kita merasa tulisan kita sudah oke tapi editor kita nggak sepaham, atau bahkan karena kita terlalu ngikutin gaya menulis orang lain. 

    Iya lho, saya mengalami sendiri, ketika kita mencoba menjadi orang lain pas menulis (dalam artian, kita mencoba mengikuti gaya menulis orang lain) saya seringkali mati gaya. Hal ini terjadi karena kita kurang mampu menempatkan diri kita sebagai si orang yang gaya nya kita contek itu. Datang deh tuh writer's block! tata bahasa kita jadi awut-awutan, penggunaan diksi kita jadi aneh dan masih banyak lagi. Kesimpulannya? Be Yourself, even if you are one weird little fella! 

    Jadi, kalau saya sedang merasa betul-betul stuck, biasanya saya akan mengingatkan diri saya sendiri: tulisan seperti apa sih, yang saya ingin baca? terus tulisan apa sih yang ingin orang lain baca? Jadi biasanya saya akan mengangkat telfon dan kemudian melakukan...

    Brainstorming (Atau "CURHAT DENGAN DALIL ILMIAH")


    Brainstorming adalah proses paling penting kalau saya mengalami writer's block. Cara mengatasi writer's block yang paling efektif adalah MENGAKUI kalau kita sedang terjebak didalam kegamangan dan kita perlu membadaikan otak untuk menyemai benih-benih aksara *ngomong apa sih ini*

    Biasanya sih saya banyak sharing dengan pak suami, teman-teman, mbak dan mas editor, klien, pembimbing atau siapapun yang bisa diajak sharing soal topik yang saya tulis. Kalau teknik menulis biasanya sih saya banyak bercerita dengan sepupu saya, AJ aka Andrea Juliand, yang merupakan seorang penulis. Tulisan desye bagus-bagus dan ternyata dia juga menulis soal writer's block  (particularly because I believe he suffered more than me, ha-ha!) 

    Nah setelah sesi brainstorming atau "curhat dengan dalil ilmiah" selesai, biasanya saya akan punya ide-ide baru dan sudut pandang yang baru mengenai topik yang akan saya tulis, sesial-sialnya saya jadi tahu tulisan apa yang ingin saya baca atau saya tampilkan.

    Nah, itu cara singkat mengatasi Writer's Block ala ala Madam Ducky. Kalau kamu? gimana cara kamu mengatasi writer's block?


    . Jumat, 16 September 2016 .

    pengalaman nyaris mati


    "I've never been happier to see you!"

    Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut saya kepada dua orang sahabat saya dan suami saya ketika saya melihat mereka sore ini.

    PS: kalimat yang sama juga terucap didalam hati ketika saya bertemu salah satu profesor yang mata kuliahnya berhasil membuat saya jungkir balik belajar keras semester lalu. 

    Kok bisa?

    Jadi hari ini, saya dan kedua teman saya, sebutlah W & D, pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Setelah puas nongkrong-nongkrong dan ngopi-ngopi maka kami pergi mencari kado untuk pak suami yang akan ulang tahun minggu depan. Saat kami berencana turun lewat eskalator, tiba-tiba persis dibelakang saya ada suara gaduh dan saya melihat ada besi jatuh dari atas di belakang kami. 

    Shock. Panik. Lutut super lemas karena kalau saya telat sedikit turun ke eskalator mungkin si besi akan mengenai kepala kami. Besinya kecil sih, tapi still... sukses bikin saya yang pengen skip cek EKG bulan ini membatalkan niat buruk tersebut. Sampai dibawah kami ditenangkan oleh staf salah satu tenant di pusat perbelanjaan itu.

    Setelah lebih tenang, saya memutuskan untuk pindah ke toko sebelah yang merupakan toko interior dan furniture. Persis saat saya dan W sedang memilih-milih tempat make-up dari acrylic...

    LAMPU MALL MENDADAK MATI. IT WAS PITCH BLACK. I ALMOST CRIED. 

    Baru juga mulai tenang, eh mendadak kaget lagi. untung teman-teman saya langsung memegang tangan saya dan menenangkan saya, lantas kami menyalakan senter dari handphone masing-masing dan mencari pintu keluar. Seorang security dari toko interior itu berusaha menenangkan kami. Beberapa saat kemudian lampu di toko itu menyala tapi tidak dengan lampu di bagian lain mall. Karena suasana yang ramai, suara penjelasan mengenai mati lampu dari intercom di pusat perbelanjaan itu juga jadi tidak terdengar lagi.

    Asli, begitu lampu menyala, saya dan kedua teman saya langsung angkat kaki seribu langkah dari pusat perbelanjaan tersebut tanpa aiueo dan babibubebo (walaupun D sempat beli es teh kemanisan).

    Jujur, pada saat lampu menyala dan saya melihat wajah teman-teman saya lagi... asli rasanya lega bercampur happy. Gak tau kenapa, kayak seolah-olah saya gak akan melihat wajah mereka lagi, but i still do anyway.

    And I have never been this thankful before. 

    Kami pulang ke kampus dan kemudian saya menuju ke rumah. Pulang. Saya menyetir dengan tangan masih gemetar meskipun D sudah menenangkan saya selama hampir satu jam setengah di kampus.

    Pak suami membuka pagar pintu rumah. Saya parkir dan turun. Dan disitulah pertama kalinya saya melihat wajah pria yang sudah menjadi bagian dari hidup saya selama dua tahun terakhir dengan perspektif yang berbeda.

    Biasanya saya melihat pak suami dengan tatapan biasa saja. Masuk kerumah dengan biasa saja. Bercerita dengan biasa saja. Hari ini ada sedikit keharuan disitu karena saya masih bisa melihat dia. Setiap malam sebelum tidur kami selalu mengucap syukur atas apa yang terjadi hari itu, dan hari ini ucapan syukur kami sedikit berbeda. Ada perasaan yang berbeda disitu. Entah apa, saya tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata.

    Dalam dua tahun ini saya sudah berkali-kali hampir dipanggil sama Yang Maha Kuasa. Salah satunya saya ceritakan disini, saat mobil saya hampir menabrak tabung gas elpiji yang nggelinding di jalan raya, dan masih banyak yang tidak saya ceritakan di blog, misalnya saat mobil saya hampir nabrak truk yang memuat (lagi-lagi) elpiji yang ngerem mendadak, atau saat saya jatuh terguling di pinggir kali saat mengajak anjing saya jalan-jalan, atau saat malam-malam mobil saya 'dipepet' segerombolan pemuda bermotor yang akhirnya mengurungkan niatnya setelah saya membelokkan diri ke kompleks milik militer, dan masih banyak lagi. 

    Setelah dipikir-pikir lagi, saya memang kurang bersyukur. Mungkin ini memang teguran Tuhan supaya saya lebih mensyukuri karunianya, karena tak jarang kalimat "aku ingin mati saja" keluar dari bibir ini tanpa rem. Apalagi kalau deadline lagi rusuh, biasanya kalimat itu muncul tanpa tedeng aling-aling.

    D hari ini berkata pada saya, "kowe ncen hampir ciloko cik, njuk tapi nek kowe sing crito, critone dadi   ndagel, dadi ra medeni. wong koyo kowe matine angel, tenang wae cik," (kamu tuh hampir celaka cik, tapi kalau kamu yang cerita, ceritanya jadi lawakan, jadi gak serem. orang kaya kamu matinya susah, tenang aja cik)

    Iya sih, mungkin Tuhan juga bete nungguin saya bertobat jadi kadang-kadang 'prosesnya' agak dipercepat dengan kejadian-kejadian ajaib. Ya, cerita saya hampir kejatuhan besi dan panik pas mati lampu juga akhirnya menjadi dagelan diantara teman-teman saya (eventhough I'm damn pissed with the mall)

    Well, I am thankful to be alive and well.
    Because I'll See You Later on My Next Post.

    . Kamis, 15 September 2016 .




    Ada yang pernah terbayang seperti apa sih, pekerjaan content maker itu? 

    Saat ini selain menjadi mahasiswi post-grad, saya juga nyambi-nyambi jadi content maker untuk beberapa ahensi dan public figure. Kerjaan saya banyak, dari membuat tulisan, video, gambar, mengambil foto dan lain-lain. Intinya, saya ini semacam kuli digital. 

    Nah, kadang, kesibukan itu datang ala-ala mak gedabruk begitu saja didepan mata. Tau-tau dalam seminggu saya punya puluhan deadline dan tugas kampus yang harus dikerjakan bersamaan. Kalau sudah begitu, rasanya cuma ingin mengeluh duh gusti, paringono sehat (Tuhan, berilah kesehatan)

    Misalnya minggu ini nih. Saya harus wara-wiri mengerjakan salah satu proyek saya dengan salah satu restoran di Yogyakarta sambil mengatur seminar vaksin palsu garapan teman-teman di kampus. Selain itu, saya juga masih nyambi-nyambi menjadi konsultan hukum kesehatan ala-ala di klinik milik keluarga. Ribet yes? 


    Hasilnya? hari ini saya pulang dengan punggung yang berat dan kepala yang penat.



    PS: ini sakit beneran tapi thermometernya ngambek makanya mati. njuk gak pake make-up. reviewku jujur og!

    Jujur, saya paling takut sakit. Bertahun-tahun tiap sakit, saya akan pergi ke dokter atau rumah sakit dan berakhir dengan suntikan ini itu atau jarum infus menempel di lengan. Tapi apa mau dinyana, saya acapkali pulang dengan suhu tubuh diatas 37 derajat celcius. Parah kan kalo misalnya saya sakit di tengah-tengah acara kampus atau pemotretan fashion??

    Misalnya hari ini, ditengah-tengah project seminar, saya masih harus wara-wiri mengerjakan ini dan itu, dari menata gelas sampai memandu parkir mobil tetamu undangan. Ditengah-tengah udara jogja yang panas terik diiringi hujan mendadak, saya harus wara-wiri dan standby menunggu si acara selesai.  Lebih parah lagi, ada deadline content yang harus saya submit malam ini. Sementara kurang dari 30 menit setelah acara selesai, saya harus masuk kelas untuk mengikuti kuliah. Jangankan makan, nafas pun tak sempat!

    Untungnya saya punya Theragran-M!


    Kan beneran no make up. Emang lagi sakit neh!

    Mumpung ada multivitamin di rumah, kenapa gak kita cobain aja kan ya? Sebenarnya aku pun bukan vitamin junkie, dalam artian, aku cuma bakal minum vitamin kalo ada yang ngingetin aja, hehehe. Kalo ga ada yang ingetin? capcus deh gak jaga kesehatan sama sekali. Makanya kalau aku minum vitamin biasanya aku akan memilih vitamin yang kandungannya lengkap biar gak perlu minum suplemen lainnya. 


    Nah bisa kita liat kandungan vitamin di Theragran-M ini cukup lengkap. Ada vitamin A, B1,B2, B6, B12, C, D, E plus mineral untuk kebutuhan vitamin kita sehari-hari. Lengkap ya? Jadi selain multivitamin, Theragran-M juga mengandung mineral yang kita butuhkan untuk menunjang aktivitas kita sehari-hari. Kalau buat yang baru sembuh dan sedang masa pemulihan, kandungan vitamin plus mineral didalam Theragran-M ini penting banget untuk membantu kita cepat sehat lagi.

    Ini saya rasain banget setelah mengonsumsi Theragran-M dengan rutin. Setelah minum Theragran-M, saya sih merasa lebih cepat pulih. Jadi, misalnya saya minum Theragran-M malam ini dalam kondisi super lelah, nah besok paginya badan saya terasa jauh lebih segar ketimbang kalau tidak minum multivitamin.


    kemasan dalamnya kaya begini nih. Ada logo halal dari MUI untuk menjamin kehalalan dari Theragran-M. Jadi kamu-kamu yang muslim nggak perlu takut untuk mengonsumsi Theragran-M karena sudah pasti halal. BTW, kemasan Theragran-M pun gampang untuk dibuka, jadi kalian cukup menyobek ujungnya aja dan gak perlu repot-repot cari gunting, hehehe.


    Nah ini dia bentuk tablet Theragran-M. Warnanya merah tua cenderung kecoklatan. Ukurannya memang agak besar, jadi perlu banyak air untuk menelannya. Tapi buat kamu yang gak biasa minum banyak air untuk menelan tablet vitamin, jangan khawatir! Tablet Theragran-M ini manis-manis gimana gitu rasanya. Jadi ada subtle flavor yang membuat mulut kamu terasa lebih nyaman untuk menelan si vitamin. Ini yang bikin aku jadi jatuh cinta sama Theragran-M sih, karena rasa manis dari tabletnya sangat comforting. 


    Nah, jadi kalau saya pulang dalam kondisi sudah pengen nyopot kepala saking penatnya, saya tinggal minum Theragran-M saja. Besok paginya, saya bisa beraktivitas kembali seperti biasa. Makasih lho Theragran-M! Berkat dirimu, saya bisa kembali aktif wara-wiri kerja kesana kemari. Meskipun si demam-demam pasti teteup kembali, tapi kali ini saya nggak takut karena saya sudah punya Theragran-M!




    (tulisan ini dibuat dalam rangka lomba blog "my healthiness my precious moment" dari TheragranM)
    . Senin, 05 September 2016 .



    Siapa disini yang mahasiswa Post-Grad alias program pascasarjana? Pasti tahu dong kehidupan Post-Grad gak bisa seirit waktu jaman-jaman undergrad. Apa sih yang bikin kehidupan Post-Grad kamu lebih boros? 

    Kalau yang selama ini aku rasakan sih, sebagai mahasiswa Post-Grad, kita harus lebih banyak mingle dan networking. Kedua hal ini tentunya butuh waktu, tenaga dan jelas biaya. Sejauh pengalaman aku nih, seringnya kita mengerjakan tugas paper yang tiada akhirnya di Perpustakaan atau di Coffeeshop. Kadang, kita juga harus research ke tempat-tempat yang agak jauh dan itu menghabiskan bensin banget. 

    kalau aku bisa membagi faktor-faktor yang bikin aku sebagai mahasiswa Post-Grad boros banget, mungkin kayak gini:

    1. Belajar Lebih Enak Sambil Ngemil dan Minum Kopi





    Coba, siapa sih yang gak suka belajar sambil ngemil? Kebetulan perpustakaan kampus aku memang melarang kita untuk bawa makanan dan minuman dari luar. Jadinya, kalo kelamaan di perpus, kadang aku suka lapar dan sering bosan. Solusinya? Aku pasti lebih suka ngerjain tugas di coffeeshop atau snackbar

    2. Lokasi Kampus dan Tempat Research Jauh Gak Ketulungan, Kadang Bahkan Sampai di Luar Kota





    Sering banget aku dapat lokasi research yang jauh, karena kampus aku punya pusat studi di luar kota. Kalau sudah begitu, mau gak mau aku harus niat untuk keluarin uang bensin lebihan. Padahal seringnya, kita riset swadana atau dengan sistem reimburse. Sedih deh. 

    3. Mahasiswa Post-Grad harus tampil lebih paripurna bin formal dikampus


    ootw (outfit of the week)
    top: my dad's gamis | navy pants: giordano

    Waktu jaman S1 aku bisa aja ke kampus pake kaus lengan panjang dan jeans. Nah, waktu S2, dresscode dari kampus jauh lebih strict dan kaena jumlah mahasiswanya gak terlalu banyak jadi keliatan banget kalau kita ga sesuai dresscode yang formal itu. Mau gak mau keluar deh kocek lebih untuk beli kemeja-kemeja dan celana-celana kain yang lucu-lucu *insert crying emoticon here* 

    4. Fotokopian dan Belanja Buku Banyak Banget Tiap Semesternya






    Aku pernah hitung-hitungan kalau dalam satu semester, aku bisa mengeluarkan dana jutaan untuk fotokopi dan belanja buku penunjang perkuliahan. Fotokopi materi kuliah ini memang penting banget terutama menjelang ujian, sementara buku penunjang perkuliahan aku memang ngga termasuk paket dari kampus. Meskipun accessible di perpustakaan, tapi pasti aku selalu pengen punya bukunya--biasanya sih buat dicoret-coret pas mau ngerjain tugas atau kuliah (karena ga mungkin pinjam textbook selama 1 semester, hiks!)



    Terus gimana cara aku ngakalinnya?

    Gampang aja, aku pake Debit BCA!

    Lho apa hubungannya sama Debit BCA??? Simpel, menurut aku Debit BCA adalah salah satu kartu debit dengan merchant paling banyak di Indonesia. Coba deh kamu belanja-belanja, perhatiin aja, mesin EDC debit BCA paling sering muncul kan di meja kasir? Itu lho yang warnanya biru-biru itu...


    picture via BCA

    Kenapa aku senang banget dengan kehadiran EDC BCA dimana-mana? Soalnya aku males banget kalo harus ke ATM dan bawa-bawa cash. Selain ngerasa insecure, akuin aja, kadang kalo uang ada didompet rasanya jadi pengen belanja macem-macem kan? Makanya aku mengandalkan Debit BCA aku kemanapun aku pergi.

    Untuk bisa punya Debit BCA gampang banget kok guys, kalian cukup buka jenis tabungan tahapan di BCA dan kalian akan langsung dibekali dengan kartu Debit BCA atau yang lazim disebut Paspor BCA. Limit dana-nya macem-macem tergantung jenis Paspor BCA kamu. Kartu debit BCA/Paspor BCA ini juga berfungsi sebagai kartu ATM kamu. Jadi, kamu bakal lebih mudah untuk mengontrol flow transaksi kamu, apalagi kalau kamu pengguna M-BCA.



    Debit BCA sering banget ngadain promo lho guys! Kemarin aku dan teman aku sempat menikmati promo buy one get one free di Starbucks. Sering juga ada promo diskon di merchant-merchant tertentu, yang pastinya bisa membantu aku berhemat. Lumayan banget gak sih? Jadi aku ga perlu keluar uang banyak-banyak untuk nongkrong-nongkrong di coffee shop. Coba deh kamu google keyword "Promo Debit BCA", pasti banyak banget promo yang muncul.

    Kemudahan lainnya juga aku rasakan kalau aku harus belanja, nge-print dalam jumlah banyak, bahkan beli bensin sekalipun karena aku bisa mengandalkan debit BCAku untuk urusan pembayaran. Pernah nih, aku harus beli laptop baru karena laptop lama aku mendadak banget rusak dan gak bisa dibenerin, sementara aku ada deadline yang mepet banget. Paspor BCA aku adalah Paspor BCA Silver alias paspor yang paling kecil limitnya. Saking deg-degannya, aku google dulu berapa limit Paspor BCA aku dan ta-daaaa~ surprise, ternyata limitnya gede banget, sampai 25 juta! gak jadi khawatir lagi deh.



    See? limitnya gede-gede banget kan? Waktu aku buka rekening, mbak-mbak customer service nya sendiri sudah bilang, untuk mahasiswa dengan income yang tidak terlalu besar, debit silver aja udah cukup banget, karena berarti biaya administrasi bulannya juga tidak terlalu besar, tetapi limit kartunya juga tinggi banget. Saldo minimalnya juga 50 ribu rupiah saja, jadi ga ada alasan gak bisa tarik uang tunai di akhir bulan karena ngga punya uang. #inovasiBCA banget kan?

    Kok gatakut sama keamanannya kak? Kalo udah ke-debit kan gak bisa balik uangnya?



    Hmmm, jangan salah paham dulu, justru aku memilih Debit BCA karena keamanannya sudah teruji. Otorisasi belanja cuma bisa dilakukan dengan PIN pribadi dan tercatat dalam mutasi transaksi. Apabila ada gangguan sistem pada EDC atau mesin EDC nya rusak, otomatis dana tidak akan terdebit, jadi dana akan tetap aman ada di rekening kita. Belum lagi customer service BCA super-helpful kalau kita mau komplain ini itu. 

    Jadi, selain bisa mengontrol flow dan mutasi transaksi, dengan Debit BCA dan kartu ajaib Paspor BCA, kamu bisa mengatur pengeluaran kamu tanpa harus ketinggalan trend fashion terbaru, takut gak bisa beli textbook kuliah dan ngerjain tugas di kafe-kafe lucu setiap saat!

    Tunggu apa lagi, segera ke Bank BCA terdekat di kota kamu dan buka rekening BCA mu sekarang juga untuk mendapatkan kartu Debit BCA! see you when I see you!