• about me
  • menu
  • categories
  • Agi Tiara Pranoto

    Agi Tiara Pranoto

    Seorang Blogger Indonesia yang berdomisili di Yogyakarta. Selain menulis, dia juga sangat hobi bermain game FPS. Cita-citanya adalah mendapatkan passive income sehingga tidak perlu bekerja di kantor, apa daya selama cita-cita itu belum tercapai, dia harus menikmati hari-harinya sebagai mediator kesehatan.

    Mengafiatkan Mata: Operasi Katarak Gratis Berkat Bakti Sosial Yayasan Dharmais

    Setiap minggu pagi biasanya saya 'pindahan' dari kamar tidur ke kantor (yang cuma berjarak 10 langkah) sambil menyeret selimut, guling, dan berharap tidak ada tulisan yang harus diselesaikan hari itu. Tapi tidak minggu kali ini, karena pukul lima pagi saya sudah bangun dan bersiap-siap berangkat ke RS Puri Husada.

    Pukul 7 tepat, saya berhenti didepan Rumah Sakit sederhana yang sudah melayani masyarakat ngaglik dan sekitarnya selama bertahun-tahun. Perjalanan menanjak sejauh 11 kilometer dari titik nol Jalan Palagan bukan halangan. Traffic Jogja di minggu pagi memang selalu lowong.

    "Biarlah rumah sakitnya tetap sederhana seperti ini, yang terpenting adalah layanan bagi masyarakat" demikian tutur direktur RS Puri Husada; dr. JB Soebroto.


    Sebuah Bis Tua berwarna hijau milik Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Yogyakarta terparkir di lapangan rumput yang diperuntukkan untuk parkir Rumah Sakit Puri Husada Palagan. Catnya memang sudah mengelupas, tapi saya yakin betul, bis ini telah melihat perubahan dekade. 

    "Bis ini hadiah dari Pak Harto untuk berbagai yayasan kesehatan mba," jelas Pak Putra, bagian admin dari PERDAMI Yogyakarta, "dulu banyak bis seperti ini, tapi sekarang yang masih dipakai tinggal punya PERDAMI ini"

    Ya, kali ini saya datang untuk menghadiri Bakti Sosial dari Yayasan Dharmais yang bekerja sama dengan PERDAMI, Fakultas Kedokteran UGM, dan RS Puri Husada. Bakti Sosial kali ini berupa Operasi Katarak Gratis dan pemeriksaan mata bagi warga kurang mampu.


    Bakti Sosial ini terlaksana bersamaan dengan Dies Natalis Fakultas Kedokteran UGM dan Ulang Tahun RS Puri Husada. Tidak ada perayaan seremonial yang gempita, hanya ada beberapa kata sambutan dan santunan dari Yayasan Dharmais bagi para penderita katarak, perwakilan beberapa yayasan sosial dan anak yatim piatu serta pelantikan penyuluh kesehatan.

    Tak lama, sebuah ambulans dengan kaca yang sedikit terbuka berhenti di pelataran RS Puri Husada. Seorang petugas turun dari dalam ambulans, memanggil beberapa relawan yayasan Dharmais dan petugas RS yang sibuk menyiapkan kursi roda bagi pasien yang turun dari ambulans



    Pasien-pasien yang kebanyakan sudah berusia senja tersebut dibopong menuju tenda untuk duduk sebelum didata dan diperiksa serta menunggu giliran operasi. Pasien yang sudah siap dioperasi ditempelkan tanda di keningnya, P untuk pasien yang akan dioperasi dengan metode Phaco (Phacoemulsification) sedangkan S untuk pasien yang akan dioperasi dengan metode SISC (Small Incision Catharac Surgery)

    Perbedaan kedua metode ini ada pada cara operasinya. Metode Phaco dilakukan tanpa jahitan, dengan menggunakan alat untuk 'menyedot' katarak pasien, sedangkan SISC masih menggunakan jahitan di kening. 

    Total terdapat 25 orang pasien yang siap untuk dioperasi hari itu, meski beberapa harus mengantri lebih lama karena setelah dilakukan pemeriksaan terdapat kenaikan tekanan darah.

    "Biasa itu mbak. Biasanya karena panik atau takut makanya jadi deg-degan, namanya juga sudah usianya" Tukas Pak Petrus, salah seorang pasien yang sedang menanti giliran operasi. 

    Pak Petrus (paling kanan) bersama dengan Pak Parjiyono dan pasien lainnya menanti giliran operasi. Ketiganya harus menanti lebih lama karena terdapat kenaikan tekanan darah sehingga harus diberikan obat penurun tekanan darah lebih dahulu.


    Pak Petrus, berusia 61 tahun dan berasal dari Sleman. Beliau mengaku mengetahui kegiatan Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis ini dari Apotek langganan tempat beliau menebus obat. Sebelumnya beliau juga sudah menjalani operasi katarak untuk mata kirinya, namun tak lama ia menemukan bahwa mata kanannya juga mengalami masalah yang sama.

    "untuk melihat tidak enak sekali, kabur dan kuning semua. tidak enak mbak, tapi saya yakin saya bisa sembuh dan melihat seperti semula"

    Optimisme Pak Petrus begitu luar biasa. Keyakinan dan semangat beliau untuk sembuh memang begitu nampak. Ia menatap saya sambil tersenyum, "di usia saya yang ke 61 tahun ini, masih bisa melihat adalah Bonus dari Tuhan. Puji Tuhan saya masih diberikan kesempatan untuk bisa melihat dunia. Ini adalah rejeki yang tidak terkira"



    Menurut Bapak Putra, keseluruhan biaya operasi, lengkap beserta obat dan biaya kontrol sudah ditanggung sehingga pasien tidak perlu keluar uang sepeserpun. Yayasan Dharmais memang rutin bekerja sama dengan PERDAMI untuk melaksanakan bakti sosial operasi katarak setiap tahunnya. Operasi ini menyasar warga yang tidak memiliki BPJS ataupun tidak sanggup untuk mengurus proses berobat lewat BPJS, maka dari itu pasien didominasi oleh orang-orang lanjut usia.

    "semuanya ditanggung. pasien tidak perlu khawatir. bukan pasien yang mencari kita, tapi kita yang mencari pasien. Kita juga tidak akan melepas pasien begitu saja setelah operasi, tapi untuk kontrol dan lain sebagainya juga kita fasilitasi" kata Putra, "semua alat juga standar RS Sardjito, jadi jangan khawatir kami akan asal-asalan menangani pasien"

    Bapak Murti Cahyana Putra - Perdami


    Saya menghela nafas lega. Hari itu para pasien dan keluarga juga diedukasi cara penggunaan obat tetes mata yang benar. Ternyata selama ini saya salah! Obat tetes mata seharusnya ditetes ke bagian kelopak mata, tidak langsung ke bola mata. Lebih lanjut lagi, setelah ditetes, sebaiknya kita memejamkan mata, bukan mengedip-ngedipkan mata. Kalau berkedip nanti obatnya hilang. Demikian penuturan dr. Wasisdi Gunawan, Sp.M, M.Kes., diatas panggung.



    Beberapa pasien perlahan keluar dari ruang operasi dengan mata yang ditutup dengan perban. Ada yang nampak bingung, ada pula yang nampak lega. Saya menghela nafas. Beberapa saat yang lalu para blogger sempat ditawari untuk masuk dan menyaksikan langsung proses operasi. Saya tidak sanggup. Mata saya menerawang memandang langit, akankah 50 tahun lagi saya masih sanggup melihat langit yang sama dengan jelas?

    Yogyakarta, 11 Maret 2018

    (catatan: keseluruhan foto kali ini dibuat dalam bentuk hitam dan putih, agar kita bisa menghargai indera penglihatan yang dikaruniakan kepada kita. Semoga Tuhan memberikan kesehatan bagi kita semua)

    Setiap minggu pagi biasanya saya 'pindahan' dari kamar tidur ke kantor (yang cuma berjarak 10 langkah) sambil menyeret selimut, guling, dan berharap tidak ada tulisan yang harus diselesaikan hari itu. Tapi tidak minggu kali ini, karena pukul lima pagi saya sudah bangun dan bersiap-siap berangkat ke RS Puri Husada.

    Pukul 7 tepat, saya berhenti didepan Rumah Sakit sederhana yang sudah melayani masyarakat ngaglik dan sekitarnya selama bertahun-tahun. Perjalanan menanjak sejauh 11 kilometer dari titik nol Jalan Palagan bukan halangan. Traffic Jogja di minggu pagi memang selalu lowong.

    "Biarlah rumah sakitnya tetap sederhana seperti ini, yang terpenting adalah layanan bagi masyarakat" demikian tutur direktur RS Puri Husada; dr. JB Soebroto.


    Sebuah Bis Tua berwarna hijau milik Persatuan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) Yogyakarta terparkir di lapangan rumput yang diperuntukkan untuk parkir Rumah Sakit Puri Husada Palagan. Catnya memang sudah mengelupas, tapi saya yakin betul, bis ini telah melihat perubahan dekade. 

    "Bis ini hadiah dari Pak Harto untuk berbagai yayasan kesehatan mba," jelas Pak Putra, bagian admin dari PERDAMI Yogyakarta, "dulu banyak bis seperti ini, tapi sekarang yang masih dipakai tinggal punya PERDAMI ini"

    Ya, kali ini saya datang untuk menghadiri Bakti Sosial dari Yayasan Dharmais yang bekerja sama dengan PERDAMI, Fakultas Kedokteran UGM, dan RS Puri Husada. Bakti Sosial kali ini berupa Operasi Katarak Gratis dan pemeriksaan mata bagi warga kurang mampu.


    Bakti Sosial ini terlaksana bersamaan dengan Dies Natalis Fakultas Kedokteran UGM dan Ulang Tahun RS Puri Husada. Tidak ada perayaan seremonial yang gempita, hanya ada beberapa kata sambutan dan santunan dari Yayasan Dharmais bagi para penderita katarak, perwakilan beberapa yayasan sosial dan anak yatim piatu serta pelantikan penyuluh kesehatan.

    Tak lama, sebuah ambulans dengan kaca yang sedikit terbuka berhenti di pelataran RS Puri Husada. Seorang petugas turun dari dalam ambulans, memanggil beberapa relawan yayasan Dharmais dan petugas RS yang sibuk menyiapkan kursi roda bagi pasien yang turun dari ambulans



    Pasien-pasien yang kebanyakan sudah berusia senja tersebut dibopong menuju tenda untuk duduk sebelum didata dan diperiksa serta menunggu giliran operasi. Pasien yang sudah siap dioperasi ditempelkan tanda di keningnya, P untuk pasien yang akan dioperasi dengan metode Phaco (Phacoemulsification) sedangkan S untuk pasien yang akan dioperasi dengan metode SISC (Small Incision Catharac Surgery)

    Perbedaan kedua metode ini ada pada cara operasinya. Metode Phaco dilakukan tanpa jahitan, dengan menggunakan alat untuk 'menyedot' katarak pasien, sedangkan SISC masih menggunakan jahitan di kening. 

    Total terdapat 25 orang pasien yang siap untuk dioperasi hari itu, meski beberapa harus mengantri lebih lama karena setelah dilakukan pemeriksaan terdapat kenaikan tekanan darah.

    "Biasa itu mbak. Biasanya karena panik atau takut makanya jadi deg-degan, namanya juga sudah usianya" Tukas Pak Petrus, salah seorang pasien yang sedang menanti giliran operasi. 

    Pak Petrus (paling kanan) bersama dengan Pak Parjiyono dan pasien lainnya menanti giliran operasi. Ketiganya harus menanti lebih lama karena terdapat kenaikan tekanan darah sehingga harus diberikan obat penurun tekanan darah lebih dahulu.


    Pak Petrus, berusia 61 tahun dan berasal dari Sleman. Beliau mengaku mengetahui kegiatan Bakti Sosial Operasi Katarak Gratis ini dari Apotek langganan tempat beliau menebus obat. Sebelumnya beliau juga sudah menjalani operasi katarak untuk mata kirinya, namun tak lama ia menemukan bahwa mata kanannya juga mengalami masalah yang sama.

    "untuk melihat tidak enak sekali, kabur dan kuning semua. tidak enak mbak, tapi saya yakin saya bisa sembuh dan melihat seperti semula"

    Optimisme Pak Petrus begitu luar biasa. Keyakinan dan semangat beliau untuk sembuh memang begitu nampak. Ia menatap saya sambil tersenyum, "di usia saya yang ke 61 tahun ini, masih bisa melihat adalah Bonus dari Tuhan. Puji Tuhan saya masih diberikan kesempatan untuk bisa melihat dunia. Ini adalah rejeki yang tidak terkira"



    Menurut Bapak Putra, keseluruhan biaya operasi, lengkap beserta obat dan biaya kontrol sudah ditanggung sehingga pasien tidak perlu keluar uang sepeserpun. Yayasan Dharmais memang rutin bekerja sama dengan PERDAMI untuk melaksanakan bakti sosial operasi katarak setiap tahunnya. Operasi ini menyasar warga yang tidak memiliki BPJS ataupun tidak sanggup untuk mengurus proses berobat lewat BPJS, maka dari itu pasien didominasi oleh orang-orang lanjut usia.

    "semuanya ditanggung. pasien tidak perlu khawatir. bukan pasien yang mencari kita, tapi kita yang mencari pasien. Kita juga tidak akan melepas pasien begitu saja setelah operasi, tapi untuk kontrol dan lain sebagainya juga kita fasilitasi" kata Putra, "semua alat juga standar RS Sardjito, jadi jangan khawatir kami akan asal-asalan menangani pasien"

    Bapak Murti Cahyana Putra - Perdami


    Saya menghela nafas lega. Hari itu para pasien dan keluarga juga diedukasi cara penggunaan obat tetes mata yang benar. Ternyata selama ini saya salah! Obat tetes mata seharusnya ditetes ke bagian kelopak mata, tidak langsung ke bola mata. Lebih lanjut lagi, setelah ditetes, sebaiknya kita memejamkan mata, bukan mengedip-ngedipkan mata. Kalau berkedip nanti obatnya hilang. Demikian penuturan dr. Wasisdi Gunawan, Sp.M, M.Kes., diatas panggung.



    Beberapa pasien perlahan keluar dari ruang operasi dengan mata yang ditutup dengan perban. Ada yang nampak bingung, ada pula yang nampak lega. Saya menghela nafas. Beberapa saat yang lalu para blogger sempat ditawari untuk masuk dan menyaksikan langsung proses operasi. Saya tidak sanggup. Mata saya menerawang memandang langit, akankah 50 tahun lagi saya masih sanggup melihat langit yang sama dengan jelas?

    Yogyakarta, 11 Maret 2018

    (catatan: keseluruhan foto kali ini dibuat dalam bentuk hitam dan putih, agar kita bisa menghargai indera penglihatan yang dikaruniakan kepada kita. Semoga Tuhan memberikan kesehatan bagi kita semua)

    . Selasa, 13 Maret 2018 .

    4 komentar

    1. Touched by how you create this report. Semoga makin banyak donatur di luar sana yang bantu para penderita penyakit berat semacam ini untuk bisa berobat maupun operasi gratis :')

      BalasHapus
    2. Waktu lihat bis yang parkir bener-bener sempet kepikiran kenapa masih digunakan sampai sekarang. Yang pasti baksos nya membuat banyak orang terbantu, khususnya para orang tua yang terlihat antusias dan semangat untuk bisa sembuh. Semoga semuanya dimudahkan dalam proses pengobatan dan pemulihannya.. amin

      BalasHapus
    3. Baksos yang menarik...Namun punya banyak manfaat untuk dapat menolong orang lain..☺☺

      BalasHapus
    4. Saya baru tau tentang cara meneteskan obat mata. Ternyata, saya selama ini pun salah. Terima kasih banyak tipsnya :)

      BalasHapus

    popular posts

    IBX5B00F39DDBE69