• about me
  • menu
  • categories
  • Agi Tiara Pranoto

    Agi Tiara Pranoto

    Seorang Blogger Indonesia yang berdomisili di Yogyakarta. Selain menulis, dia juga sangat hobi bermain game FPS. Cita-citanya adalah mendapatkan passive income sehingga tidak perlu bekerja di kantor, apa daya selama cita-cita itu belum tercapai, dia harus menikmati hari-harinya sebagai mediator kesehatan.

    Ketika Ibu-ibu Rumpi Bicara Konservasi #SaveOrangutan


    Saya percaya soal hukum karma, apa yang kamu lakukan akan kembali kepada dirimu sendiri. Plus, hari gini karma dibayar kontan bos!

    Tapi nggak, saya nggak akan curhat soal petty things in life atau soal mantan (seperti biasa). Kali ini saya mau bercerita sedikit soal 'saudara jauh' kita. Saudara yang sudah lama tidak kita tanyakan kabarnya, bahkan mungkin sudah lama tidak kita kunjungi tempat tinggalnya. Saudara yang mungkin sudah lama kita zalimi tanpa kita sadari. 

    Namanya orangutan.

    orangutan from pexels

    Orangutan Borneo (atau nama kerennya: Pongo Pygmaeus), adalah spesies primata asli Borneo dan memiliki habitat asli di pulau kalimantan. Saking aslinya, sulit bahkan nyaris tidak mungkin untuk menemukan Orangutan diluar pulau kalimantan, kecuali di kebun binatang. 

    Dulu, Indonesia pernah dihebohkan dengan berita prostitusi orangutan. Orangutan ini diambil dari habitat aslinya dan dipaksa menjadi pemuas nafsu bejat laki-laki hidung belang. Miris ketika didatangi manusia, si orangutan langsung memasang pose panas diatas ranjang seolah-olah itu yang harus ia lakukan di habitat aslinya. Dan percayalah, ini baru 1 dari puluhan ribu kasus dimana orangutan diperlakukan dengan tidak berperikehewanan. 

    Bayangkan sesedih apa kita kalau rumah yang menjadi tempat bernaung kita selama puluhan tahun sejak lahir digusur atas nama pembangunan metropolitan. Inilah yang terjadi dengan saudara-saudara kita dari hutan. Hutan digunduli atas nama pembangunan tanpa memikirkan dimana orangutan-orangutan ini akan tinggal nantinya.

    orangutan by Lotte Löhr from StockSnap.io

    Kalau mau jujur, sedih rasanya melihat orangutan-orangutan ini. Ketika habitat aslinya habis karena pembalakan liar, mereka masih diburu oleh para pemburu gelap pengincar hunting trophy. Ini yang membuat orangutan berada diambang kepunahan. Menurut IUCN Red List of Threatened Species, orangutan berada di ambang kepunahan atau critically endangered. Jumlah orangutan turun 60% dalam 60 tahun terakhir dan diproyeksi berkurang 82% dalam 75 tahun. Ngeri ya?

    Nah karena itulah menurut saya, konservasi orangutan menjadi sangat penting. Coba bayangkan kalau ada satu spesies yang asli Indonesia dan pada akhirnya punah karena tangan kita sendiri. Yang salah siapa? ya orang Indonesia--Wong si spesies gak ada ditempat lain dan kita-kita juga yang menghancurkan habitatnya.



    Saya mau cerita sedikit soal cerita perjalanan saya. Pak dokter hewan alias pak suami selalu rutin mengajak saya berwisata ke kebun binatang karena menurut pak dokter, adalah wajib bagi dirinya untuk mengenalkan saya ke dunianya sehari-hari. Suatu hari, pergilah kami ke salah satu kebun binatang yang memelihara seekor orangutan (bukan, bukan orangutan yang ada di foto diatas).

    Si orangutan kelihatan bosan karena ia sendirian di kandangnya yang super besar. Ia dikelilingi oleh beberapa potong kayu-kayu tempat ia tidur dan bergelayut-gelayut unyu. Ada beberapa orang di sekeliling kami, and you know what? They started throwing things at the poor fella.

    Oke, yang dilempar memang bukan batu, kayu atau hal-hal yang secara fisik akan menyakiti si orangutan. Yang dilempar adalah makanan dan rokok. Dan orangutan itupun mulai merokok didepan kami kemudian menjulurkan telapak tangannya seolah-olah meminta lagi. Hati saya hancur. Sebelum pak suami berusaha mengingatkan orang-orang itu, mereka sudah keburu pergi sambil tertawa-tawa.

    But all hope is not lost, karena saat ini pemerintah dan masyarakat mulai peduli dengan kondisi si orangutan, meskipun gak semua. Dari situ muncullah inisiatif-inisiatif konservasi baik in-situ (di habitat aslinya) maupun ex-situ (diluar habitat aslinya). Dan jujur, sebagai traveller dan istri dokter hewan, saya ingin sekali bulan madu ketiga (atau keempat, atau kelima, atau keenam) saya diwarnai dengan mengukir sebuah catatan perjalanan di Taman Nasional Konservasi.

    I mean, hey travel agent! Stop selling "mainstream tickets" to Bali and such! Bikin dong, rute honeymoon ke taman nasional atau ke tempat konservasi orangutan misalnya, jadi orang-orang bisa punya alternatif bulan madu yang tidak hanya berkesan tapi juga edukatif dan membawa kenangan tersendiri. Saya rasa itu campaign yang menarik dan out-of-the-box.

    Salah satu tempat konservasi di borneo yang ingin saya datangi adalah di Tanjung Puting National Park, Kalimantan Selatan.



    Kenapa tanjung puting? soalnya, Tanjung Puting adalah salah satu wilayah konservasi paling luas di Indonesia. Luasnya mencapai 300 ribu hektar! Dan Taman Nasional Tanjung Puting adalah 'rumah konservasi' untuk orangutan dan bekantan yang berbatasan langsung dengan sungai sekonyer dan laut jawa.  Bahkan sepulang dari Tanjung Puting, kita bisa mengatur rileks-rileks lucu di Pulau Derawan, pulau wisata terngehits 2016 ini karena lokasinya yang relatif dekat.

    Di Tanjung Puting ada salah satu tempat konservasi orang utan yang bernama Camp Leakey. Awalnya Camp Leakey ini adalah tempat penelitian mahasiswa-mahasiswa dari Columbia soal orangutan. Sekarang, Camp Leakey menjadi tempat rehabilitasi para orangutan sitaan dari warga untuk kembali dapat diliarkan. Di Camp Leakey kita bisa memberi makan para orangutan. Lucu banget kan ya?

    win the orangutan from tanjung puting national park by Bjornman Licensed With  Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 3.0 Tanpa Adaptasi

    Yang bikin agak sedih adalah, kesadaran konservasi ini memang nampaknya lebih banyak dimiliki oleh orang-orang dari luar Indonesia. Kita-kita yang dari Indonesia ini terkesan apatis dan cuek soal konservasi. Padahal lokasi konservasi orangutan ini kan ada di negara kita sendiri, tanah kita sendiri, apalagi budaya asli Indonesia sebenarnya kan menanamkan harmonisnya hubungan antara manusia dengan alam, kok ya kita apatis banget selama ini, gitu lho.

    Saya sih, berpendapat kesadaran konservasi di masyarakat masih kurang banget, jadi salah satu campaign konservasi yang baik adalah yang bisa mengajak masyarakat sadar akan konservasi dengan cara yang menyenangkan, misalnya saja dengan edutours atau wisata-wisata konservasi yang dikemas dengan apik. Selama ini kan wisata konservasi lebih banyak dilakukan oleh para pencinta alam, mungkin seru juga kalau wisata ini bisa dinikmati oleh ibu-ibu yang belum pernah masuk hutan semacam saya, atau keluarga yang bisa membawa anak-anaknya belajar lebih banyak soal alam disekitarnya.

    Jadi, bayangkan ya ibu-ibu, kita sedang cerita perjalanan liburan di taman nasional Tanjung Puting bersama keluarga. Anak-anak bisa bebas teriak-teriak gemes karena lokasinya di hutan, tapi juga tetap ada lokasi wisata tempat foto-foto keren yang bisa dipamerin di Instagram dan display picture BBM. Pak suami bisa pamer bahwa di usianya yang tidak lagi muda, ia masih mampu keluar masuk Hutan Borneo dan mengenalkan soal alam raya ke anak-anak. Saat kita menjelajahi taman, orangutan mengintip kita dengan penasaran dari balik pohon-pohon, seolah-olah kita bagian dari alam nusantara yang cetar membahana.  Duh, apa nggak keren banget? Definitely a conversation starter during our arisan & potluck kan yaaa?

    Campaign-campaign yang ada sekarang lebih banyak menekankan soal donasi dan sebagainya. wajar sih, soalnya memang konservasi itu kan butuh uang. Apalagi banyak juga wisatawan yang belum paham soal pentingnya konservasi, sehingga kedatangan mereka malah merepotkan staff-staff disana atau malah merusak alam. Tapi, kalau kita bisa membuat konservasi sebagai hal yang menarik bagi masyarakat, bukan tidak mungkin kita bisa mengganti mindset orang-orang soal konservasi alam. Bukan tidak mungkin staf kampanye kita berhenti diperlakukan macam sales panci di mall-mall, karena donasi demi donasi pasti datang sendiri. Kita bisa mengubah paradigma dari konservasi oleh donatur menjadi konservasi oleh keluarga.

    Jadi ibu-ibu, saya menunggu hari dimana nantinya saat saya arisan, kita bisa berhenti pamer halus soal tas kulit buaya kita dan mulai pamer soal donasi ke taman nasional atau soal berapa orangutan yang kita foster tahun ini.

    Mungkin masih lama, tapi tidak ada salahnya kita berdoa.




    Saya percaya soal hukum karma, apa yang kamu lakukan akan kembali kepada dirimu sendiri. Plus, hari gini karma dibayar kontan bos!

    Tapi nggak, saya nggak akan curhat soal petty things in life atau soal mantan (seperti biasa). Kali ini saya mau bercerita sedikit soal 'saudara jauh' kita. Saudara yang sudah lama tidak kita tanyakan kabarnya, bahkan mungkin sudah lama tidak kita kunjungi tempat tinggalnya. Saudara yang mungkin sudah lama kita zalimi tanpa kita sadari. 

    Namanya orangutan.

    orangutan from pexels

    Orangutan Borneo (atau nama kerennya: Pongo Pygmaeus), adalah spesies primata asli Borneo dan memiliki habitat asli di pulau kalimantan. Saking aslinya, sulit bahkan nyaris tidak mungkin untuk menemukan Orangutan diluar pulau kalimantan, kecuali di kebun binatang. 

    Dulu, Indonesia pernah dihebohkan dengan berita prostitusi orangutan. Orangutan ini diambil dari habitat aslinya dan dipaksa menjadi pemuas nafsu bejat laki-laki hidung belang. Miris ketika didatangi manusia, si orangutan langsung memasang pose panas diatas ranjang seolah-olah itu yang harus ia lakukan di habitat aslinya. Dan percayalah, ini baru 1 dari puluhan ribu kasus dimana orangutan diperlakukan dengan tidak berperikehewanan. 

    Bayangkan sesedih apa kita kalau rumah yang menjadi tempat bernaung kita selama puluhan tahun sejak lahir digusur atas nama pembangunan metropolitan. Inilah yang terjadi dengan saudara-saudara kita dari hutan. Hutan digunduli atas nama pembangunan tanpa memikirkan dimana orangutan-orangutan ini akan tinggal nantinya.

    orangutan by Lotte Löhr from StockSnap.io

    Kalau mau jujur, sedih rasanya melihat orangutan-orangutan ini. Ketika habitat aslinya habis karena pembalakan liar, mereka masih diburu oleh para pemburu gelap pengincar hunting trophy. Ini yang membuat orangutan berada diambang kepunahan. Menurut IUCN Red List of Threatened Species, orangutan berada di ambang kepunahan atau critically endangered. Jumlah orangutan turun 60% dalam 60 tahun terakhir dan diproyeksi berkurang 82% dalam 75 tahun. Ngeri ya?

    Nah karena itulah menurut saya, konservasi orangutan menjadi sangat penting. Coba bayangkan kalau ada satu spesies yang asli Indonesia dan pada akhirnya punah karena tangan kita sendiri. Yang salah siapa? ya orang Indonesia--Wong si spesies gak ada ditempat lain dan kita-kita juga yang menghancurkan habitatnya.



    Saya mau cerita sedikit soal cerita perjalanan saya. Pak dokter hewan alias pak suami selalu rutin mengajak saya berwisata ke kebun binatang karena menurut pak dokter, adalah wajib bagi dirinya untuk mengenalkan saya ke dunianya sehari-hari. Suatu hari, pergilah kami ke salah satu kebun binatang yang memelihara seekor orangutan (bukan, bukan orangutan yang ada di foto diatas).

    Si orangutan kelihatan bosan karena ia sendirian di kandangnya yang super besar. Ia dikelilingi oleh beberapa potong kayu-kayu tempat ia tidur dan bergelayut-gelayut unyu. Ada beberapa orang di sekeliling kami, and you know what? They started throwing things at the poor fella.

    Oke, yang dilempar memang bukan batu, kayu atau hal-hal yang secara fisik akan menyakiti si orangutan. Yang dilempar adalah makanan dan rokok. Dan orangutan itupun mulai merokok didepan kami kemudian menjulurkan telapak tangannya seolah-olah meminta lagi. Hati saya hancur. Sebelum pak suami berusaha mengingatkan orang-orang itu, mereka sudah keburu pergi sambil tertawa-tawa.

    But all hope is not lost, karena saat ini pemerintah dan masyarakat mulai peduli dengan kondisi si orangutan, meskipun gak semua. Dari situ muncullah inisiatif-inisiatif konservasi baik in-situ (di habitat aslinya) maupun ex-situ (diluar habitat aslinya). Dan jujur, sebagai traveller dan istri dokter hewan, saya ingin sekali bulan madu ketiga (atau keempat, atau kelima, atau keenam) saya diwarnai dengan mengukir sebuah catatan perjalanan di Taman Nasional Konservasi.

    I mean, hey travel agent! Stop selling "mainstream tickets" to Bali and such! Bikin dong, rute honeymoon ke taman nasional atau ke tempat konservasi orangutan misalnya, jadi orang-orang bisa punya alternatif bulan madu yang tidak hanya berkesan tapi juga edukatif dan membawa kenangan tersendiri. Saya rasa itu campaign yang menarik dan out-of-the-box.

    Salah satu tempat konservasi di borneo yang ingin saya datangi adalah di Tanjung Puting National Park, Kalimantan Selatan.



    Kenapa tanjung puting? soalnya, Tanjung Puting adalah salah satu wilayah konservasi paling luas di Indonesia. Luasnya mencapai 300 ribu hektar! Dan Taman Nasional Tanjung Puting adalah 'rumah konservasi' untuk orangutan dan bekantan yang berbatasan langsung dengan sungai sekonyer dan laut jawa.  Bahkan sepulang dari Tanjung Puting, kita bisa mengatur rileks-rileks lucu di Pulau Derawan, pulau wisata terngehits 2016 ini karena lokasinya yang relatif dekat.

    Di Tanjung Puting ada salah satu tempat konservasi orang utan yang bernama Camp Leakey. Awalnya Camp Leakey ini adalah tempat penelitian mahasiswa-mahasiswa dari Columbia soal orangutan. Sekarang, Camp Leakey menjadi tempat rehabilitasi para orangutan sitaan dari warga untuk kembali dapat diliarkan. Di Camp Leakey kita bisa memberi makan para orangutan. Lucu banget kan ya?

    win the orangutan from tanjung puting national park by Bjornman Licensed With  Creative Commons Atribusi-BerbagiSerupa 3.0 Tanpa Adaptasi

    Yang bikin agak sedih adalah, kesadaran konservasi ini memang nampaknya lebih banyak dimiliki oleh orang-orang dari luar Indonesia. Kita-kita yang dari Indonesia ini terkesan apatis dan cuek soal konservasi. Padahal lokasi konservasi orangutan ini kan ada di negara kita sendiri, tanah kita sendiri, apalagi budaya asli Indonesia sebenarnya kan menanamkan harmonisnya hubungan antara manusia dengan alam, kok ya kita apatis banget selama ini, gitu lho.

    Saya sih, berpendapat kesadaran konservasi di masyarakat masih kurang banget, jadi salah satu campaign konservasi yang baik adalah yang bisa mengajak masyarakat sadar akan konservasi dengan cara yang menyenangkan, misalnya saja dengan edutours atau wisata-wisata konservasi yang dikemas dengan apik. Selama ini kan wisata konservasi lebih banyak dilakukan oleh para pencinta alam, mungkin seru juga kalau wisata ini bisa dinikmati oleh ibu-ibu yang belum pernah masuk hutan semacam saya, atau keluarga yang bisa membawa anak-anaknya belajar lebih banyak soal alam disekitarnya.

    Jadi, bayangkan ya ibu-ibu, kita sedang cerita perjalanan liburan di taman nasional Tanjung Puting bersama keluarga. Anak-anak bisa bebas teriak-teriak gemes karena lokasinya di hutan, tapi juga tetap ada lokasi wisata tempat foto-foto keren yang bisa dipamerin di Instagram dan display picture BBM. Pak suami bisa pamer bahwa di usianya yang tidak lagi muda, ia masih mampu keluar masuk Hutan Borneo dan mengenalkan soal alam raya ke anak-anak. Saat kita menjelajahi taman, orangutan mengintip kita dengan penasaran dari balik pohon-pohon, seolah-olah kita bagian dari alam nusantara yang cetar membahana.  Duh, apa nggak keren banget? Definitely a conversation starter during our arisan & potluck kan yaaa?

    Campaign-campaign yang ada sekarang lebih banyak menekankan soal donasi dan sebagainya. wajar sih, soalnya memang konservasi itu kan butuh uang. Apalagi banyak juga wisatawan yang belum paham soal pentingnya konservasi, sehingga kedatangan mereka malah merepotkan staff-staff disana atau malah merusak alam. Tapi, kalau kita bisa membuat konservasi sebagai hal yang menarik bagi masyarakat, bukan tidak mungkin kita bisa mengganti mindset orang-orang soal konservasi alam. Bukan tidak mungkin staf kampanye kita berhenti diperlakukan macam sales panci di mall-mall, karena donasi demi donasi pasti datang sendiri. Kita bisa mengubah paradigma dari konservasi oleh donatur menjadi konservasi oleh keluarga.

    Jadi ibu-ibu, saya menunggu hari dimana nantinya saat saya arisan, kita bisa berhenti pamer halus soal tas kulit buaya kita dan mulai pamer soal donasi ke taman nasional atau soal berapa orangutan yang kita foster tahun ini.

    Mungkin masih lama, tapi tidak ada salahnya kita berdoa.



    . Selasa, 27 September 2016 .

    2 komentar

    1. Karena kurang info atau daya tarik masyarakat kita yang lebih menyukai hedon ketibang menyelamatkan makhluk hidup y mba ^^ nice sharing mba #saveorangutan

      BalasHapus
      Balasan
      1. iya mbak, soalnya info mengenai konservasi ini kan ga terlalu ditekankan ke masyarakat. terus entah kenapa green lifestyle memang kurang ngetrend di indonesia, mungkin karena dianggap ribet. Tapi kalo kita bisa hedon sambil menyelamatkan makhluk hidup, kan why not? hehehe makasih udah mampir mba! i love your blog!

        Hapus

    popular posts

    IBX5B00F39DDBE69