• about me
  • menu
  • categories
  • Agi Tiara Pranoto

    Agi Tiara Pranoto

    Seorang Blogger Indonesia yang berdomisili di Yogyakarta. Selain menulis, dia juga sangat hobi bermain game FPS. Cita-citanya adalah mendapatkan passive income sehingga tidak perlu bekerja di kantor, apa daya selama cita-cita itu belum tercapai, dia harus menikmati hari-harinya sebagai mediator kesehatan.
    Yogyakarta, Yogyakarta City, Special Region of Yogyakarta, Indonesia

    Dibalik Pengalaman Nyaris Celaka...

    pengalaman nyaris mati


    "I've never been happier to see you!"

    Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut saya kepada dua orang sahabat saya dan suami saya ketika saya melihat mereka sore ini.

    PS: kalimat yang sama juga terucap didalam hati ketika saya bertemu salah satu profesor yang mata kuliahnya berhasil membuat saya jungkir balik belajar keras semester lalu. 

    Kok bisa?

    Jadi hari ini, saya dan kedua teman saya, sebutlah W & D, pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Setelah puas nongkrong-nongkrong dan ngopi-ngopi maka kami pergi mencari kado untuk pak suami yang akan ulang tahun minggu depan. Saat kami berencana turun lewat eskalator, tiba-tiba persis dibelakang saya ada suara gaduh dan saya melihat ada besi jatuh dari atas di belakang kami. 

    Shock. Panik. Lutut super lemas karena kalau saya telat sedikit turun ke eskalator mungkin si besi akan mengenai kepala kami. Besinya kecil sih, tapi still... sukses bikin saya yang pengen skip cek EKG bulan ini membatalkan niat buruk tersebut. Sampai dibawah kami ditenangkan oleh staf salah satu tenant di pusat perbelanjaan itu.

    Setelah lebih tenang, saya memutuskan untuk pindah ke toko sebelah yang merupakan toko interior dan furniture. Persis saat saya dan W sedang memilih-milih tempat make-up dari acrylic...

    LAMPU MALL MENDADAK MATI. IT WAS PITCH BLACK. I ALMOST CRIED. 

    Baru juga mulai tenang, eh mendadak kaget lagi. untung teman-teman saya langsung memegang tangan saya dan menenangkan saya, lantas kami menyalakan senter dari handphone masing-masing dan mencari pintu keluar. Seorang security dari toko interior itu berusaha menenangkan kami. Beberapa saat kemudian lampu di toko itu menyala tapi tidak dengan lampu di bagian lain mall. Karena suasana yang ramai, suara penjelasan mengenai mati lampu dari intercom di pusat perbelanjaan itu juga jadi tidak terdengar lagi.

    Asli, begitu lampu menyala, saya dan kedua teman saya langsung angkat kaki seribu langkah dari pusat perbelanjaan tersebut tanpa aiueo dan babibubebo (walaupun D sempat beli es teh kemanisan).

    Jujur, pada saat lampu menyala dan saya melihat wajah teman-teman saya lagi... asli rasanya lega bercampur happy. Gak tau kenapa, kayak seolah-olah saya gak akan melihat wajah mereka lagi, but i still do anyway.

    And I have never been this thankful before. 

    Kami pulang ke kampus dan kemudian saya menuju ke rumah. Pulang. Saya menyetir dengan tangan masih gemetar meskipun D sudah menenangkan saya selama hampir satu jam setengah di kampus.

    Pak suami membuka pagar pintu rumah. Saya parkir dan turun. Dan disitulah pertama kalinya saya melihat wajah pria yang sudah menjadi bagian dari hidup saya selama dua tahun terakhir dengan perspektif yang berbeda.

    Biasanya saya melihat pak suami dengan tatapan biasa saja. Masuk kerumah dengan biasa saja. Bercerita dengan biasa saja. Hari ini ada sedikit keharuan disitu karena saya masih bisa melihat dia. Setiap malam sebelum tidur kami selalu mengucap syukur atas apa yang terjadi hari itu, dan hari ini ucapan syukur kami sedikit berbeda. Ada perasaan yang berbeda disitu. Entah apa, saya tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata.

    Dalam dua tahun ini saya sudah berkali-kali hampir dipanggil sama Yang Maha Kuasa. Salah satunya saya ceritakan disini, saat mobil saya hampir menabrak tabung gas elpiji yang nggelinding di jalan raya, dan masih banyak yang tidak saya ceritakan di blog, misalnya saat mobil saya hampir nabrak truk yang memuat (lagi-lagi) elpiji yang ngerem mendadak, atau saat saya jatuh terguling di pinggir kali saat mengajak anjing saya jalan-jalan, atau saat malam-malam mobil saya 'dipepet' segerombolan pemuda bermotor yang akhirnya mengurungkan niatnya setelah saya membelokkan diri ke kompleks milik militer, dan masih banyak lagi. 

    Setelah dipikir-pikir lagi, saya memang kurang bersyukur. Mungkin ini memang teguran Tuhan supaya saya lebih mensyukuri karunianya, karena tak jarang kalimat "aku ingin mati saja" keluar dari bibir ini tanpa rem. Apalagi kalau deadline lagi rusuh, biasanya kalimat itu muncul tanpa tedeng aling-aling.

    D hari ini berkata pada saya, "kowe ncen hampir ciloko cik, njuk tapi nek kowe sing crito, critone dadi   ndagel, dadi ra medeni. wong koyo kowe matine angel, tenang wae cik," (kamu tuh hampir celaka cik, tapi kalau kamu yang cerita, ceritanya jadi lawakan, jadi gak serem. orang kaya kamu matinya susah, tenang aja cik)

    Iya sih, mungkin Tuhan juga bete nungguin saya bertobat jadi kadang-kadang 'prosesnya' agak dipercepat dengan kejadian-kejadian ajaib. Ya, cerita saya hampir kejatuhan besi dan panik pas mati lampu juga akhirnya menjadi dagelan diantara teman-teman saya (eventhough I'm damn pissed with the mall)

    Well, I am thankful to be alive and well.
    Because I'll See You Later on My Next Post.

    pengalaman nyaris mati


    "I've never been happier to see you!"

    Itulah kata-kata pertama yang keluar dari mulut saya kepada dua orang sahabat saya dan suami saya ketika saya melihat mereka sore ini.

    PS: kalimat yang sama juga terucap didalam hati ketika saya bertemu salah satu profesor yang mata kuliahnya berhasil membuat saya jungkir balik belajar keras semester lalu. 

    Kok bisa?

    Jadi hari ini, saya dan kedua teman saya, sebutlah W & D, pergi ke salah satu pusat perbelanjaan di Yogyakarta. Setelah puas nongkrong-nongkrong dan ngopi-ngopi maka kami pergi mencari kado untuk pak suami yang akan ulang tahun minggu depan. Saat kami berencana turun lewat eskalator, tiba-tiba persis dibelakang saya ada suara gaduh dan saya melihat ada besi jatuh dari atas di belakang kami. 

    Shock. Panik. Lutut super lemas karena kalau saya telat sedikit turun ke eskalator mungkin si besi akan mengenai kepala kami. Besinya kecil sih, tapi still... sukses bikin saya yang pengen skip cek EKG bulan ini membatalkan niat buruk tersebut. Sampai dibawah kami ditenangkan oleh staf salah satu tenant di pusat perbelanjaan itu.

    Setelah lebih tenang, saya memutuskan untuk pindah ke toko sebelah yang merupakan toko interior dan furniture. Persis saat saya dan W sedang memilih-milih tempat make-up dari acrylic...

    LAMPU MALL MENDADAK MATI. IT WAS PITCH BLACK. I ALMOST CRIED. 

    Baru juga mulai tenang, eh mendadak kaget lagi. untung teman-teman saya langsung memegang tangan saya dan menenangkan saya, lantas kami menyalakan senter dari handphone masing-masing dan mencari pintu keluar. Seorang security dari toko interior itu berusaha menenangkan kami. Beberapa saat kemudian lampu di toko itu menyala tapi tidak dengan lampu di bagian lain mall. Karena suasana yang ramai, suara penjelasan mengenai mati lampu dari intercom di pusat perbelanjaan itu juga jadi tidak terdengar lagi.

    Asli, begitu lampu menyala, saya dan kedua teman saya langsung angkat kaki seribu langkah dari pusat perbelanjaan tersebut tanpa aiueo dan babibubebo (walaupun D sempat beli es teh kemanisan).

    Jujur, pada saat lampu menyala dan saya melihat wajah teman-teman saya lagi... asli rasanya lega bercampur happy. Gak tau kenapa, kayak seolah-olah saya gak akan melihat wajah mereka lagi, but i still do anyway.

    And I have never been this thankful before. 

    Kami pulang ke kampus dan kemudian saya menuju ke rumah. Pulang. Saya menyetir dengan tangan masih gemetar meskipun D sudah menenangkan saya selama hampir satu jam setengah di kampus.

    Pak suami membuka pagar pintu rumah. Saya parkir dan turun. Dan disitulah pertama kalinya saya melihat wajah pria yang sudah menjadi bagian dari hidup saya selama dua tahun terakhir dengan perspektif yang berbeda.

    Biasanya saya melihat pak suami dengan tatapan biasa saja. Masuk kerumah dengan biasa saja. Bercerita dengan biasa saja. Hari ini ada sedikit keharuan disitu karena saya masih bisa melihat dia. Setiap malam sebelum tidur kami selalu mengucap syukur atas apa yang terjadi hari itu, dan hari ini ucapan syukur kami sedikit berbeda. Ada perasaan yang berbeda disitu. Entah apa, saya tidak bisa mendeskripsikannya dengan kata-kata.

    Dalam dua tahun ini saya sudah berkali-kali hampir dipanggil sama Yang Maha Kuasa. Salah satunya saya ceritakan disini, saat mobil saya hampir menabrak tabung gas elpiji yang nggelinding di jalan raya, dan masih banyak yang tidak saya ceritakan di blog, misalnya saat mobil saya hampir nabrak truk yang memuat (lagi-lagi) elpiji yang ngerem mendadak, atau saat saya jatuh terguling di pinggir kali saat mengajak anjing saya jalan-jalan, atau saat malam-malam mobil saya 'dipepet' segerombolan pemuda bermotor yang akhirnya mengurungkan niatnya setelah saya membelokkan diri ke kompleks milik militer, dan masih banyak lagi. 

    Setelah dipikir-pikir lagi, saya memang kurang bersyukur. Mungkin ini memang teguran Tuhan supaya saya lebih mensyukuri karunianya, karena tak jarang kalimat "aku ingin mati saja" keluar dari bibir ini tanpa rem. Apalagi kalau deadline lagi rusuh, biasanya kalimat itu muncul tanpa tedeng aling-aling.

    D hari ini berkata pada saya, "kowe ncen hampir ciloko cik, njuk tapi nek kowe sing crito, critone dadi   ndagel, dadi ra medeni. wong koyo kowe matine angel, tenang wae cik," (kamu tuh hampir celaka cik, tapi kalau kamu yang cerita, ceritanya jadi lawakan, jadi gak serem. orang kaya kamu matinya susah, tenang aja cik)

    Iya sih, mungkin Tuhan juga bete nungguin saya bertobat jadi kadang-kadang 'prosesnya' agak dipercepat dengan kejadian-kejadian ajaib. Ya, cerita saya hampir kejatuhan besi dan panik pas mati lampu juga akhirnya menjadi dagelan diantara teman-teman saya (eventhough I'm damn pissed with the mall)

    Well, I am thankful to be alive and well.
    Because I'll See You Later on My Next Post.

    . Jumat, 16 September 2016 .

    1 komentar

    1. Aku baca ini, kemarin aku di pembukaan cafe baru, hampir ketimpa pot gantung yang tiba-tiba jatuh. Kayak cuma 3 cm jaraknya di belakangku dan aku gak menyadari :(( Temen2 langsung bilang, "Final destination!" Sialan! Hahaha

      BalasHapus

    popular posts

    IBX5B00F39DDBE69